Haesung mengejar 2 pasien kakek – kakek yang berusaha ingin kembali ke gedung RS. Haesung sekuat tenaga melarang kakek tsb. Namun yg terjadi kakek tsb seolah tak peduli dan terus berlari menuju RS. Bangunan rumah sakit runtuh tepat di hadapan Haesung. Jina dan Ddolmi yang melihat robohnya gedung RS dari jauh mengkhawatirkan kondisi Haesung. Beberapa pasien RS juga berlari kembali ke gedung RS untuk melihat apa yang terjadi termasuk ayah si kembar.
Haesung berjalan dengan berat ke reruntuhan bangunan.
Dia melongok ke sela reruntuhan bangunan dan ternyata mendapati salah satu kakek masih hidup. Kakek tab mengangkat tangannya berusaha meminta tolong. Haesung dengan sekuat tenaga menggali reruntuhan bangunan dengan tangan kosong. Dia berusaha menggapai tangan si kakek. Namun masih terhalang oleh puing bangunan. Ayah si kembar dan pasien lain datang untuk membantu Haesung.
Haesung mengatakan bahwa di bawah sana masih ada kakek yang hidup. Haesung mencoba menyingkiran puing besar dengan menggunakan tongkat. Namun yang terjadi justru malah membuat runtuhan itu makin jatuh menutupi celah yang ada. Haesung sama sekali tak bisa melihat ke dalam sekarang. Si kakek sudah tertimbun sepenuhnya oleh puing.
Haesung masuh bersikeras untuk menyelamatkan si kakek. ” Sadarlah !!!! ” teriak ayah si kembar. ” Aku bilang dia masih hidup. Kakek yang beberapa waktu lalu masih bersama kita. Tolong singkirkan puing – puing bangunan itu untukku !! ” kata Haesung tak kalah keras. ” Dengan menggunakan tangan kosong? ” tanya ayah si kembar sambil menatap Haesung. Haesung sepertinya masih belum bisa menerima jika si kakek yg beberapa saat lalu masih bersama dengannya kini sudah tertimbun pung – puing dan meninggal.
Jina dan Ddolmi juga berlari ke tempat kejadian. Jina berusaha menghalangi Haesung yang masih mencoba untuk menyelamatan kakek tsb. Namun di dorong oleh Hyejin. Ddolmi kemudian menarik lengan Haesung dan bersuara dengan cukup keras, ” SADARLAH !!!! ” Haesung menatap Ddolmi. ” Anak kembar dan ibunya, serta pasien lain, apakah kau ingin membunuhnya setelah kau berhasil membuat mereka hidup? Kau sendiri yang berkata bahwa kita harus menyerah pada kasus minimum dan kasus yang terburuk. “. ” Meskipun hati sakit, tapi tak ada yg bisa kita lakukan…..” kata Ddolmi sambil menatap Haesung. Haesungoun menjatuhkan sandal si kakek yang dipegangnya. Hatinya sangat terpukul. Kemudian dia berjalan gontai meninggalkan reruntuhan bangunan RS.
Di beberapa RS sudah terlihat antrian pasien yang sedang menunggu untuk ditangani.
Tim 119 pun harus berjalan sangat jauh untuk mendapatkan air yang tak seberapa. Mereka terlihat sangat kelelahan. Salah satu anggota wanita tim 119 merasa kelelahan dan hampir saja menangis. Namun ketika dia melihat kegigihan rekannya, wanita itu tak jadi menangis dan terus melaksanakan tugasnya.
Seorang nenek menangis tersedu meminta tim 119 untuk menolongnya. Dia mengatakan bahwa bayinya terjebak di sana. Kapten Choi segera menolongnya. Kapten Choi bertanya apakah cucunya yang sedang terjebak disana. Namun sepertinya si nenek begitu panik sehingga tak menjawab pertanyaan Kapten Choi.
Tim 119 berhasil mengeluarkan bayi yang nenek tsb maksudkan. Ternyata bayi yang dimaksud si nenek adalah anjing kecil putih miliknya. Melihat kejadian ini, kapten Choi dan timpun tersenyum dengan lebar. Setidaknya nenek itu sudah membawa sedikit kebahagiaan di tengah bencana ini. Dan senyuman dari timnya membuat Choi Sangho bersemangat utk membantu korban bencana yang lain.
Kapten Sangho meminta bantuan alat berat untuk segera datang. Mereka membutuhkan alat berat tsb untuk membantu mengangkat pohon yang menghalangi jalan mereka. Karena itu mereka terjebak dan tak bisa keluar membantu korban bencana yang lain. Namun sepertinya alat beratpun sedang digunakan untuk membantu korban di tempat lain sehingga Kapten Sangho dan team harua menunggu. Kapten Sangho juga menanyakan bagaimana dengan pasien yang mereka bawa. Apakah mereka harus menempatkannya di RS Hangang Mirae atau RS yang lain.
” Apa ? RS. Hangang hancur ? ” tanya Sangho pada pusat. Kim Woosung yang mendengar ini langsung panik. Dia megambil ponselnya dan melihat apakah kakaknya Haesung menghubunginya. Dia mungkin memikirkan keadaan ibu dan kakaknya.
Sementara itu Haesung dan pasien lain terus berjalan menuju dermaga Han. Mereka berjalan perlahan – lahan hingga akhirnya bisa sampai di dermaga tsb. Sesampainya di sana, semua pasien dimasukkan ke dalam kapal.
Ayah si kembar dan Haesung segera menuju ruang kemudi. Ayah si kembar berusaha menyalakan mesin kapal. Tak semudah yang ia bayangkan ternyata. Sekali…2 kali…dia berhasil menghidupkan meain namun mesin tsb mati lagi. Semua pasien yang sudah naik ke dalam kapal menunggu dengan tegang. Apakah kapal ini berhasil dinyalakan atau tidak. Apakah mereka berhasil keluar dari tempat itu dan mendapatkan pertolongan di luar sana…itu mungkin yang ada di benak mereka saat ini.
Ayah si kembar hampir saja menyerah. ” Kita harus mencobanya sekali lagi..” kata Haesung. Haesung kemudian meraih tangan ayah si kembar dan bersama dengan tangannya memutar stater kapal. Mesin kapal berbunyi dan tak berhenti lagi. Haesung dan ayah si kembar tersenyum lebar. Sementara para penumpang lain ikut tersenyum lega. Akhirnya mereka bisa keluar dari wilayah itu dan mengharapkan bantuan di luar sana.
Kekhawatiran mereka tak berhenti di sana. Mereka tidak tahu bahan bakar yang tersisa di kapal. ” Hanya tersisa 2 bar. Tapi aku tidak tahu ini akan membawa kita sampai kemana karena aku bukan seorang nakhoda. ” kata ayah si kembar. ” Jadi maksudmu kapal ini akan berhenti si tengah ? ” tanya Haesung. Ayah si kembar sendiri pun tak yakin. ” Hanya pergilah sejauh yang kita bisa. ” kata Haesung akhirnya.
Haesung keluar dari ruang kemudi dan menikmati udara di luar.
Ddolmi juga keluar untuk melihat – lihat keadaan. Dia menemukan tumpukan minuman dan mengambilnya untuk diberikan kepada ibu si kembar. ” Meskipun kau tak merasa lapar, setidaknya perutmu harus terisi sesuatu…” kata Ddolmi. Ibu si kembar pun mengucapkan terima kasih.
Ddolmi mencari Haesung dan menemukannya di atas dek kapal. Ddolmi menghampirinya. Dengan sikap sok dingin Ddolmi memberikan minuman kepada Haesung. Namun Haesung tak bergeming. Ddolmi penasaran apa yang membuat Haesung mengabaikan minuman pemberian darinya. ” Apa yang sebenarnya kau lihat? ” tanya Ddolmi sambil mengikuti arah pandang Haesung.
Betapa terkejutnya Ddolmi di saat dia melihat jembatan yang ada di atasnya terbelah menjadi 2. Haesung merangkul Ddolmi. Menenangkan dia dari keterkejutannya.
Presiden Korea melihat negeri yang dipimpinnya itu dari atas. Dia menaiki helikopter dan berputar di atas kota Seoul ” Apakah ini Seoul ? ” ujarnya. Negeri yang dipimpinnya itu hancur luluh lantak oleh gempa yang terjadi. Terlihat asap kebakaran dimana – mana. Runtuhan gedung – gedung tinggi yang tersebar hampir di penjuru kota. Ekspresi Presiden terlihat tak percaya akan pemandangan yang sedang dilihatnya. President Korea meminta staffnya untuk segera menghubungi anggota kongres, Goo Jae Hyuk.
Sementara itu Goo Ja Hyuk tertegun melihat pemandangan yang ada di sekitarnya. Pemandangan di sekitar sangat menyakitkan. Sudah tak layak di sebut kota sepertinya. Asap mengepul dari gedung-gedung tinggi. Di sekitarnya terdapat puing – puing bangunan yang di dalamnya entah ada manusia yang tertimpa atau tidak.
Haesung dan Ddolmi menukar kantung penghangat di dalam streofoam yang digunakan oleh si bayi. Mereka menukarnya dengan menggunakan minuman kaleng yg mereka rendam di dalam air panas kemudian dibalut dengan handuk. Karena hot packs yang sebelumnya mereka gunakan sudah berubah menjadi dingin.
” Seandainya kita bisa meninggalkan Seoul dengan ini. Apakah kita bisa ? ” tanya Ddolmi. Haesung tak menjawab. Melihat expressi Haesung yang aneh Ddolmi meminta Haesung untuk mengatakan yang sebenarnya. Sejauh mana mereka bisa pergi. ” Kita…harus segera turun….” kata Haesung dengan raut wajah setegar mungkin. Ddolmi, Jina dan pasien lain tak berkata apa- apa. Terlihat ekspresi khawatir di wajah mereka.
Seorang pria meminta pertolongan pada Yoo MyungHyun untuk membantu istrinya yang akan melahirkan. Namun MyungHuyun mebgatakan bahwa RS mereka bukan RS yang melayani pasien melahirkan. Mereka tidak memiliki ahli kandungan.MyungHyun meminta mereka untuk pergi ke RS dengan specialis kandungan. ” Apakah itu masuk akal? Sebuah RS besar dengan alat robot yang bisa melakukan operasi, MRI, CT Scan dan kalian pamer bahwa kalian memilki banyak alat canggih, namun tak bisa menolong orang yang akan melahirkan? ” protes pria tsb. Wanita hamil itu sudah berteriak kesakitan dan sepertinya anak di kandungannya akan keluar. Namun yang terjadi malah MyungHyun meninggalkan mereka dan menyarankan mereka untuk pergi ke RS yang tepat. Sang pria mengejar MyungHyun dan MyungHyun bersikeras tak mau menolongnya. Akhirnya terjadi perkelahian antara mereka berdua.
Dokter Intern Ahn Dae Gil tengah membantu Dokter Han Woo Jin yang sedang memeriksa pasien. Ahn Dae Gil hendak membawa data tentang pasien yang sedang diperiksa tsb. Namun dia malah menjatuhkan semua data yang sudah disusun oleh perawat sesuai dengan alphabet.
Perawat tsb marah pada Ahn Dae Gil. Karena dia sudah membuat data tsb menjadi berantakan. Ahn Dae Gil mencoba minta maaf. Perawat tsb meminta Ahn Dae Gil untuk membawa selimut bersih. ” Mengapaa…..aku…” tanya DaeGil terbata. ” Karena kita semua sedang sibuk. ” jawab perawat tsb dengan suara yang cukup keras. Daegil akhirnya menuruti perintah si perawat. Eun SooYool memperhatikan kejadian ini dari jauh.
Dengan menggeruti DaeGil mengambil selimut bersih dari ruang penyimpanan. Setelah selesai, Daegil malah menggunakan selimut tsb untuk duduk dan bersandar di lantai. ” Mengapa dokter magang yang harus melakukan ini? tanya DaeGil pada dirinya sendiri.
Dia terkejut di saat So Yool datang. So Yool kemudian duduk di sebelah DaeGil. ” Aku datang kesini juga dengan tujuan yang sama. ” kata So Yool. ” Huh? Dokter ke sini juga untuk mengambil selimut? Wahh….”. ” Bukan….untuk mengambil baji bersih….” . ” Itu sama saja….” jawab DaeGil sambil tersenyum. So Yool mengatakan bahwa dia merasa berayukur bahwa ada sesuatu yang bisa dia kerjakan. Karena dia merasa bahwa seorang psikiater tak memiliki pekerjaan. Daeagil menanyakan apakah dia tak mengkhawatirkan keluarganya. ” Tentu saja aku khawatir. Khawatir dengan ibuku. Tapi rumahku terlalu jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Jadi lebih baik aku tidak pulang kan? tanya So Yool. ” Setidaknya di RS ini air dan listrik bekerja. ” kata DaeGil.
Dengan keadaan yang sudah lelah. Haesung masih mendorong kursi roda ibunya. Wajah Haesung benar-benar terlihat lemah. Ddolmi datang dan membantu Haesung mendorong kursi roda ibunya. Ddolmi bertanya pada Haesung apakah dengan kondisi seperti ini memungkinkan mereka pergi ke RS. Hanseo. Apakah mungkin mereka pergi ke sana dengan orang sebanyak itu. ” Tidak mungkin. ” jawab Haesung. ” Kemudian ? ” Ddolmi bertanya kembali. Haesung memutuskan untuk membawa mereka ke RS. Mirae. Tapi Ddolmi meragukan bahwa RS. Mirae juga memilki incubator. ” Setidaknya dengan alat- alat canggih yang ada di sana mereka bisa melakukan sesuatu.
Tiba – tiba Jina memanggil dan memberitahu bahwa keadaan ibu si kembar tak baik. Haesung berlari dan kemudian memeriksanya.
Haesung pun meminta obat infus kepada perawat Hyunsuk. Namun mereka sudah tak punya persediaan lagi. Semuanya telah habis Haesung pun semakin tertekan dan frustastasi.
” SEBENARNYA APA YANG TELAH KITA LAKUKAN ????? ” teriaknya. Haesung menendang barang yang ada disekitarnya. Orang di sekitarnya hanya bisa melihat. Tak mencegahnya. ” APA YANG KAU INGIN AKU LAKUKAN ?? HUH?? KAU TAK MENIBGGALKAN APAPUN UNTUKKU….KAU INGIN MELIHAT MEREKA MATI DI JALANAN?? ” Haesung berteriak sambil menatap langit. Seolah berbicara pada langit.
Haesung menghampiri ibunya yang tak bergerak di kursi roda. Dia menaruh kepalanya di dada ibunya sambil menangis. Perawat Hyunsuk datang padanya.
” Dr. Lee…kau bilang kau percaya padaku di saat pertama kali kau datang di RS. Hangang Mirae kan ? Aku…aku melakukan sejauh ini karena aku percaya padamu. Jangan goyah. Kedepannya aku akan tetap percaya padamu. ” kata Hyunsuk. Haesung menatap perawat yang dia panggil ” sister ” itu dengan air mata di kedua matanya.
Presiden denan staffnya tengah mengadakan rapat untuk membahas bencana yang baru saja terjadi di negara mereka. Presiden meminta penjelasan pihak – pihak terkait akan hal ini. Menteri infrastruktur menjelaskan bahwa bangunan di negara Korea hanya sanggup menahan getaran gempa bumj hingga 4 SR. Namun gempa yabg baru saja terjadi dengan skala 6 SR, tsb di luar ekspektasi mereka. Salah satu peserta rapat itu juga menyalahkan menteri kesehatan yang tidak mengikuti rapat penting sepertu ini. Bukannya dibela oleh si presiden, justru peserta rapat itu mendapat teguran oleh president karena berusaha melimpahkan kesalahan pada orang lain.
President mengatakan bahwa staffnya telah lalai hingga bencana seperti ini terjadi lagi. President merasa bahwa dia terlalu lama jika harua menunggu staffnya mengeluarkan ide untuk mengatasi masalah ini. Itu sebabnya dia menunjuk Gok Jae Hyuk untuk membantunya dalam penanganan bencana ini.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>