” Ini adalah keputusan yang terbaik. Trombosit akan diberikan kepada pasien yang punya peluang hidup lebih besar. Ini adalah hitungan mudah dan anak kecilpun bisa melakukannya. ” kata Woojin sambil menatap tajam ke arah Haesung. Haesung mengatakan bahwa yang bisa menentukan hidup dan mati seseorang adalah Tuhan dan bukan dokter seperti mereka.
” Trombosit……berikan pada pasien yang berada di ruang isolasi….” tiba – tiba Kang Jooran datang diantara mereka. Haesung protes. Namun Kang Jooran tetap membela Woojin. ” Setidaknya…salah satu dari mereka harus hidup…” kata Jooran. Haesung tetap bersikeras bahwa pasien dengan usia yang lebih muda akan lebih cepat membaik.
” Apakah karena dia pasien VIP maka kau menyelamatkannya ?? ” tanya Haesung pada Jooran. ” LEE HAE SUNG !!! ” Jooran memanggil nama Haesung dengan nada tinggi. ” Jika tidak…katakan padaku…Apakah karena dia pasien VIP ? ” tanya Haesung sekali lagi. ” Tidak…” jawab Jooran. Woojin tetap mengatakan bahwa menteri kesehatan memiliki kesempatan hidup yang lebih besar. Woojin meminta Haesung untuk menyerah pada Mincheol. Bahkan dia memberikan peringatan kepada yang lain untuk memberikan pengobatan pada Mincheol.
Jadi…membiarkannya mati ?? ” tanya Haesung. ” Kau yang menyeretnya ke dalam posisi ini. Masuk ke dalam RS yang tak ada listrik dan juga obat yang cukup. Kau ada disini karena janjimu untuk tidak melanggar aturan RS. Ingatlah itu….” kata Woojin. Woojin kembali masuk ke ruang ICU. Jooran melewati Haesung sambil memegang mengusap lengan Haesung. Memberinya kekuatan dan pengertian bahwa tak ada lagi pilihan untuk mereka dalam menyelamatkan Mincheol.
Ddolmi, Jina, Daegil dan Perawat Oh berkumpul di ruang dimana Mincheol di rawat. Mereka bingung apa yang harus mereka lakukan. Ddolmi berkata bahwa keduanya adalah pasien Lee Haesung. Namun apa yang dikatakan prof Han juga tak salah.
Sementara Haesung, sedang setengah berbaring, menghadap ke tembok. Memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan Mincheol.
Akhirnya Haesung meminta mereka untuk mengumpulkan semua perawat dan dokter yang ada di ruang emergency room. Haesung mengatakan salah satu dari mereka harus pergi ke bank darah. Karena situasi saat ini sangat tidak memungkinkan untuk meminta bank darah mengirim darah ke RS. Mirae. Namun tak ada satupun dari mereka yang bisa si harapkan. Myunghyun menolak karena dia harus menjaga bagian emergency. Daegil tak bisa mengendarai motor. Perawat Oh juga tak memiliki sim dan takut mengendarai motor besar milik Haesung. Sementara Haesung sendiri harus menjaga beberapa pasien di RS.
Ddolmi mengangkat tangannya ke atas. Dia menawarkan diri untuk mengambil darah tsb ke bank darah. Haesung bertanya apakah dia bisa naik motor ? . ” Bukankah itu hampir sama dengan naik sepeda ? ” jawab Ddolmi. ” Apa kau tau dimana bank darah berada ? ” tanya Haesung lagi. ” Navigasi di smartphone ku bisa……ah … benar…itu tidak bisa bekerja saat ini…” kata Ddolmi lagi. Haesung memejamkan mata sebentar dan menarik napas. Tak ada pilihan, Mincheol harus diselamatkan. Haesung memutuskan bahwa dia yang akan pergi sendiri ke bank darah. Selama dia pergi, dia berpesan pada Ahn Dae Gil dan Yoo Myung Hyun sebagai dokter emergency untuk berjaga. Sampai saatnya Haesung kembali, mereka harus menjaga agar pasien disana tetap hidup. Sementara Haesung pergi, mereka bisa melakukan donor darah untuk membantu menyelamatkan pasien disana.
Jung Ddolmi mengikuti Haesung yang berjalan keluar. Dia menawarkan kepada Haesung untuk ikut bersamanya. Tapi Haesung menolaknya. Dia berkata bahwa mengajak Ddolmi akan jauh lebih menakutkan baginya. ” Apa yang sudah aku buat sehingga kau bersikap seperti ini kepadaku ?? ” tanya Ddolmi. Dia merasa kesal karena Haesung selalu menggoda dan menganggunya.
Gadis tuna rungu itu meniup peluitnya. Haesung dan Ddolmi menolak ke arahnya. Gadis itu berlari ke arah Haesung. Dia meniup peluitnya sekali lagi di depan Haesung. Sedikit berbicara dengan menggunakan bahasa isyarat. Melihat Haesung yang kebingungan, gadis kecil itu meraih tangan Haesung dan meletakkan peluitnya disana. Dia ingin Haesung membawa peluit tsb. Tak peduli Haesung mengerti atau tidak, gadis kecil itu terus berbicara menggunakan bahasa isyarat. Peluit itu telah menyelamatkan para penumpang kereta bawah tanah. Jadi dia percaya bahwa peluit itu juga bisa menyelamatkan Haesung. Gadis itu meminta agar Haesung bisa menyelamatkan kakaknya. Haesung tersenyum dan berkata, ” Aku akan kembali dengan selamat dan memyelamatkan kakakmu….” kata Haesung. Haesung meminta Ddolmi untuk mengajak Na Ri, nama gadis kecil itu untuk tidur. Sekali lagi Haesung menggoda Ddolmi denga kata – kata yang menyebutkan bahwa jika Na Ri tidak tidur, maka dia tidak akan tumbuh tinggi dan berakhir seperti Ddolmi. Ddolmi pun mengumpat Haesung dengan perlahan.
Eun So Yool berlari mencari Haesung, sahabatnya yang keras kepala. Haesung sedang memanaskan motornya ketika Soo Yool datang menghampirinya. Soo Yool mengatakan bahwa di luar sana sangat berbahaya. Haesung juga menjelaskan bahwa RS. Mirae sedang butuh pasokan darah. Dan dia tidak bisa membiarkan pasien mati di depan matanya tanpa melakukan apa – apa. ” Ayo kita lakukan bersama. Aku berharap tak terjadi sesuatu apapun pada kita semua. Jangan larang aku. ” kata Haesung. “Aku tak akan melarangmu karena aku tahu aku tak bisa. ” jawab So Yool. So Yool kemudian memberi Haesung untuk dapat dipakai saat itu. Jaket itu tadinya adalah hadiah untuk Haesung saat dia ditugaskan di Hangang Mirae. Haesung menerima jaket itu dengan senyum lebar. Dia mengenakannya dan berjanji pada So Yool akan kembali dengan selamat. So Yool hanya bisa menghela napas. Dia tak pernah bisa melarang Haesung jika itu sudah berhubungan dengan nyawa pasien.
Haesung menggunakan jaket, dan helmnya. Menginjak pedal dan menstater motornya. Tak lama So Yool sudah bisa melihatnya melaju dengan kencang menggunakan sepeda motornya.
Ddolmi menidurkan Na Ri di ruangan Kang Jooran. Dia meminta maaf pada Kang Jooran karena tak meminta ijin darinya. Jooran mengatakan bahwa tindakan yang bagus yang telah Ddolmi lakukan karena dia menidurkan Na Ri di ruangannya. Ddolmi melihat perlakuan seorang ibu di diri Jooran. Ddolmi melihat foto anak laki – laki Jooran. ” Kau pasti sudah menitipkannya di tempat yang aman…” . Jooran terdiam. ” Apa yang membuat aku disini ? ” tanya Jooran . ” Huh ? ” Ddolmi tak mengerti. ” Yang membuat aku disini adalah kepercayaanku pada orang. Aku percaya di luar sana dia menjaga anakku seperti aku menjaga pasien disini. ” kata Jooran lagi. Ddolmi bertanya apakah anak Kang Jooran sedang pergi . Jooran menutupinya dengan berkata bahwa anaknya baik – baik saja dan meminta Ddolmi untuk pergi istirahat selagi tidak ada pasien.
Kang Jooran meraih foto dirinya dan Dongha. Memandangnya kemudian mendekapkan foto tsb ke dadanya. Dia memejamkan mata dan berdoa. Dia meminta maaf atas apa yang sudah dia lakukan sebagai seorang ibu. Dan dia juga meminta agar Dongha dalam kondisi selamat.
Haesung terus melaju di tengah reruntuhan kota Seoul. Dimana di jalan – jalan terdapat api yang masih belum dipadamkan. Orang – orang yang menangisi kepergian sanak saudara mereka. Haesung menghentikan laju motornya. Dia menolehbke belakang. Dia melihat ada gerak – gerik dari pria yang mencurigakan. Kemudian Haesung teringat akan omongan So Yool yang mengatakan bahwa dia tak boleh turun dari motornya walau sedetik pun. Dan akhirnya Haesung kembali melaju dengan motor sportnya. Haesung pun langsung memutar gas motornya dan kembali menyusuri jalanan Seoul.
Choi Il Sub dan tim sedang kerepotan untuk menangani kebakaran di suatu rumah. Mereka kesulitan karena sudah tak ada air yang bisa mereka gunakan. Mereka benar – benar kesulitan sekarang. Sedangkan api sekarang makin membesar. Sang pemilik rumah juga histeris. Melihat rumahnya terbakar. Il Sub berusaha untuk menghubungi kantor pusat dan meminta bantuan.
Justru yang terjadi adalah kantor pusat menginginkan mereka untuk fokus pada penanganan korab dan tidak untuk memadamkan api. Seperti yang dikatakan Ja Hyuk kepada kepala departemen penyelamat bahwa mereka harus mengutamakan para korban. Sementara Ilsub terus berteriak bahwa api harus dipadamkan.
Akhirnya pemilik rumah itu pun berontak. Dia mendorong Ilsub. Tim penyelamat yang lain segera menahan pemilik rumah yang ingin masuk ke dalam rumahnya kembali. ” Haruskah aku melihat rumahku terbakar habis ? Begitu banyak anggota penyelamat disini. Tapi yang kalian lakukan hanya diam saja ? ” kata pemilik rumah tsb sambil berusaha menyerang Ilsub. Anaknya pun ikut menahan ayahnya. Ilsub tak dapat berkata apa – apa. Hanya diam. Sementara di belakang sana para anggota keluarga menangis melihat rumahnya habis terbakar. Ilsub dan tim tak bisa berbuat apa – apa sekarang. Melihat bapak dan anak meronta menangis karena rumahnya terbakar, sudah cukup membuat dirinya merasa bersalah. Dengan berat hati dia meminta timnya untuk mundur.
Ayah si kembar dan beberapa pasien lain dari RS sedang mengendap – endap di sebuah garasi. Disana terdapat beberapa mobil. Mereka terpaksa mengambil bahan bakar dari mobil tsb. Karena mereka sudah tak tahu lagi harus kemana mencari bahan bakar. Dengan cepat mereka mulai mengambil bahan bakar dari setiap mobil. Tapi sial…mereka ketahuan oleh sang pemilik. Ayah si kembar dan yang lain pun lari pontang – panting. Alhasil bahan bakar yang sudah berhasil mereka kumpulkan sebelumnya tumpah ke lantai.
Kang Jooran sedang memeriksa kondisi Mincheol bersama dengan Jina dan Ddolmi. Jooran mengatakan bahwa memang tak ada haraoan bagi Mincheol karena trombositnya yang terus menurun. Ddolmi menceritakan bahwa Lee Haesung memberikan pesan untuk melakukan donor darah selama dia pergi ke bank darah. Dia meminta persetujuan Jooran. Jooran pun menyetujuinya. Dia meminta Ddolmi ubtuk melakukan tes darah. ” Kepala Kang…ini bukan hanya masalah 1 pasien. Tapi semua pasien. Kita sudah kehabisan stock darah. Jadi kita harus memiliki rencana. ” kata Jina. Seakan mengerti arah pembicaraan Jina, Jooran pun mengangguk dan pergi.
Jooran mengumumkan lewat pengeras suara, agar bisa terdengar di seluruh RS. Jooran mengatakan bahwa kondisi RS saat ini sedang kehabisan stock darah. Dan mereka tak dapat menghubungi bank darah. Dalam situasi darurat seperti ini, Jooran mengatakan jika ada dokter, perawat ataupun keluarga pasien yang ingin mendonorkan darah, langsung bisa mendaftar. Jooran meminta bantuan siapapun yang ingin mendonorkan darahnya untuk membantu pasien yang lain.
Han Woojin melihat Ddolmi yang sedang mendonorkan darahnya. Dia menghampiri Ddolmi. Mengatakan bahwa sangat hebat Ddolmi melakukan kewajibannya sebagai dokter bahkan sampai mendonorkan darah untuk pasien. ” Ini bukan sebuah tugas untukku. ” kata Ddolmi. ” Aku hanya ingin melakukannya. ” kata Ddolmi lagi.
Han Woojin bertanya pada Ddolmi. Berapa korban yang ada di bencana gempa bumi ini. Darah yang dia sumbangkan hanya bisa menyelamatkan 1 orang. Sedangkan di luar sana pasti masih banyak korban. Ddolmi harusnya menjaga dirinya sendiri. “Dulu aku menyelamatkanmu dengan susah payah. Menawarkan diri untuk mengendarai motor dan menyeret dirimu sendiri dalam bahaya…apakah itu agak keterlaluan ? ” tanya Woojin. Ddolmi pun minta maaf.
Ddolmi bertanya pada Woojin. Disaat Woojin menyelamatkan dia dulu apakah Woojin juga beroikir bahwa Ddolmi adalah hanya salah satu orang dari sekian banyak orang yang mengalamak kecelakaan. Jadi tak masalah bagi Woojin jika Woojin menyerah untuk menyelamatkannya. ” Aku tak peduli apakah itu 1 dari 7.000 atau 1 dari 100.000, aku hanya ingin menolong mereka. Menolong pasien yang tepat berada di depan mataku…” kata Ddolmi. ” Aku tak tahu apa yang membuatmu berubah. Professor yang aku kenal di RS. Busan, aku ingin bertemu dengan dia lagi. ” kata Ddolmi. : Aku hanya dokter yang melakukan tindakan berdasarkan realita. Jika kau menganggap bahwa proffesor yang kau temui di Busan adalah seorang pahlawan, sepertinya kau harus bersikap lebih dewasa. Han Woojin beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Ddolmi.
” Dokter…..” panggil Ddolmi lagi. Woojin menoleh. ” Dapatkah seorang dokter yang tidak bisa menyelamatkan 1 pasien di depannya menyelamatkan ribuan orang ? ” tanya Ddolmi. Woojin tak menjawab. Hanya menatap Ddolmi, menarik napas kemudian pergi.
Ddolmi teringat kenangannya bersama Wwojin sewaktu dia habis menjalani operasi. Pada saat itu sikap Woojin sangat hangat. Karena Woojin jugalah, Ddolmi berkeinginan menjadi dokter. ” Aku tak tahu apa yang menyebabkan orang menjadi berubah seperti itu. ” gumam Ddolmi.
Choi Il Sub dan team sedang beristirahat. Mereka tidak mendapatkan makanan atau minuman untuk diri mereka sendiri. Mereka bahkan berbahgi air minum yang hanya tinggal sedikit. Woosung mengeluh mengapa laki – laki tadi menyerang kapten Choi. Padahal harusnya dia bersyukur karena dapat selamat dalam incident tsb. Ilsub malah mengatakan bahwa laki – laki tsb tak bersalah. Mungkin barang yang ada di sana adalah segalanya untuknya. Itulah sebabnya mengapa dia histeris. ” Aku merasa bahwa langit akan runtuh. Tanpa peralatan dan air, kita bukanlah seorang pemadam kebakaran. Melainkan hanya seseorang yang makan dan buang air besar. ” kata Ilsub.
Kepala Departemen 911 meberitahukan pada Goo Ja Hyuk bahwa menteri kesehatan sedang terluka akibat incident crane yang jatuh. Ja Hyuk bertanya dimana menteri kesehatan tsb dirawat. ” Di RS. Mirae…. mereka bilang mereka belum memindahkannya.
Sedang mengobrol tiba – tiba kepala Departement dikejutkan oleh salah satu staffnya yang mengucpkan kata makian. Kepala departemen menegurnya karena ada menteri Goo Ja Hyuk di sana. Staff itu pun meminta maaf dan mengatakan alasan mengapa dia memaki. Choi Ilsub, kapten dari tim 119 terus saja membuat keributan. Akhirnya Kepala Departemen pun mengambil mic dan berbicara dengan Choi Ilsub.
” Waaahhh…bahkan orang yang memiliki jabatan paling tinggi pun angkat bicara ketika mendengar teriakanku dari walkie talkie. Kaoan kau akan mengirimkan air dan peralatan untuk kami ? Kami disini sangat membutuhkannya. ” kata Ilsub. Kepala Departemen pun berjanji akan mengirimkan bantuan segera. Mendengar hal itu, Ilsub semakin marah. Dia berkata bajwa disini,timnya tak dapat melakukan apapun tanpa alat dan air . Merwka hanya bisa meihat rumah – rumah terbakar, runtuh tanpa bisa melakukan apapun. ” Disini…timku…berusaha membantu dan memadamkan api dengan tangan kosong…Tangan Kosong !!! ” kata Ilsub. Kau…karena kau berjanji akan segera mengirimkan bantuan, maka kita menunggu. Apakah kau pikir timku juga tak mengkhawatirkan keluarga mereka ??? “. ” Aku mengerti…tumggulah sebentar lagi…aku akan mengirimkan apa yang kalian butuhkan..” kata Kepala Departemen meredakan emosi Ilsub. ” Kau….datanglah ke sini…dan lihat apa kau bisa menunggu atau tidak. ” Ilsub terlihat sangat emosi. Bahkan rekan timnya yang ingin menenangkannya, terkena pukul olehnya.
Haesung terus melaju kencang di atas motornya. Melewati runtuhan bangunan di jalanan kota Seoul. Sampai saatnya dia tiba di salah satu jalan, dan jalan itu pun terpisah jadi dua.
Diantara jalan tsb terdapat sebuah lubang yang terbentuk karena gempa bumi. Haesung mengambil ancang – ancang untuk kemudian melompati jalan itu dengan motornya.
Sial, pendaratannya kurang sempurna. Haesung tak dapat mengendalikan laju motornya dan akhirnya terjatuh menabrak mobil yang ada di depannya. Dia merasakan sakit di dadanya. Tangannya menyentuh bagian tsb dan darah….dia melihat darah di tanganya. Bersikap tak peduli. Haesung bangkit dan menjalankan motornya kembali dengan kecepatan penuh. Darah. Dia hatus mendapatkan kantung darah untuk pasiennya.
Petugas bank darah terkejut melihat Haesung. Haesung berkata bahwa dia dokter dari RS. Mirae dan ingin mendapatkan beberapa kantung darah. ” Bagaimana kau bisa datang kemari dengan kondisi jalan seperti itu ? ” tanya petugas. Haesung tersenyum menahan sakit. Petugas menanyakan apakah keadaan Haesung baik – baik saja. Haesung sepertinya tetlihat tidak baik. Haesung mengatakan bahwa dirinya baik – baik saja. Selagi petugas mengambilkan darah untuknya, Haesung menutup luka di dadanya denan menggunakan tissue. ” Apakah kau benar – benar baik – baik saja…” tanya petugas lagi. Haesung mengangguk. Petugas memberikan 1 box darah. Haesung mengucapkan terima kasih dan segera pergi. Terlihat sebelum mwninggalkan bank darah, Haesung menahan sakit.
Haesung kembali melanjutkan perjalanannya. Kembali ke RS untuk menyelamatkan Mincheol. Dia melewati runtuhan bangunan RS. Hangang Mirae. Dia mendengar sayup – sayup suara 2 kakek yang meninggal karena tertiban runtuhan bangunan. Haesung melihat ada sandal si kakek dan di bayangannya dia melihat ada tangan si kakek sedamg meminta bantuannya. ” Menapa kau meninggalkan kami disini dr. Lee….? Bagaimana bisa kau hidup disana dengan tenang dan meninggalkan kami disini….”. HAaesumg terdiam. ” Kami disini dr. Lee…..selamatkan kami…kami disini….” suara suara itu terus bergema di telinga Haesung. Haesumg memutar balik motornya. Dia turun dari motornya dan berlari ke arah reruntuhan bangunan.
” Aku akan menyelamatkan kalian….” kata Haesung. Dia menyingkirkan puing – puing bangunan dengan tangannya.
Tiba – tiba…” BBUUUUUKKKKK !!!!! ” . Seseorang telah memukulnya dari belakang dengan tongkat. Haesung terjatuh. Masih sadarkan diri, Haesung bangkit dan mulai menyerang laki – laki tsb. Namun karena sakit di dadanya yang semakin menjadi – jadi, Haesung tak dapat melawan laki – laki itu dengan kuat.
Kondisinya lemah sekarang. Haesung pun tersungkur. Dia bangkit lagi dan mencoba melawan. Pria itu lebih kuat. Dia mendorong Haesung, dan Haesungpun terjatuh.
Pria itu langsung mengambil motor Haesung. Haesung yang sedang kesakitan memilih untuk menyelamatkan box darahnya.Haesung tak dapat melawannya. Dia hanya bisa pasrah melihat motornya di bawa kabur. Haesung memeluk boxnya. Dia terbaring di antara reruntuhan. Dia memeluk boxnya, menahan rasa sakit yang amat sangat dan menatap langit……
………………………………………………………….
Note : Maaf..maaf banget..Ada kesalahan nama toko. Nama dari Kapten regu 911 adalah Choi Il Sub..bukan Choi Sang Ho. Kalau nama Sangho itu adalah nama asli pemerannya. Maaf.. Mianhae……