Jung Ah berlari menembus kegelapan hutan. Di belakangnya ada seorang pria yang tengah mengejarnya. Dengan panik Jung Ah berlari tanpa menggunakan alas kaki di tengah hutan. Seo Jae Hyuk terbangun dari tidurnya. Tubuhnya gemetaran. Dia teringat akan mimpi yang baru saja dia alami.
Keeseokan harinya Seo Jin Woo menemui ayahnya. Jae Hyuk meminta maaf pada Jinwoo. ” Jangan terus meminta maaf….semuanya akan baik – baik saja ayah. Akan ada pengacara yang membela kita. Dia adalah pengacara publik. Pengacara yang memang di tugaskan untuk membela kaum yang tak mampu seperti kita. Jadi semuanya akan baik – baik saja. ” kata Jinwoo. Setelah Jin woo mengucapkan kalimat tsb, datanglah pengacara yang dimaksud. Pengacara tsb meletakkan kartu namanya di meja agar bisa terbaca jelas oleh Jinwoo dan ayahnya. Song Jae Ik.
Pengacara Song mengatakan bahwa persidangan kali ini akan menjadi persidangan yang berat karena bukti dan pengakuan yang sudah diberikan oleh Seo Jae Hyuk. Jae Hyuk mengatakan bahwa dirinya telah dipaksa untuk menuliskan sebuah pengakuan. Seo Jae Hyuk mengaku bahwa dirinya dipaksa untuk menuliskan pengakuan. ” Apapun itu intinya sama saja…kau telah menuliskan pengakuanmu dan mereka tahu kau bersalah. ” kata Pengacara Song. Pengacara Song meminta Jae Hyuk untuk tak berbicara apapun di persidangan nanti. ” Bersikaplah seperti kau tak bersalah dan biarkan aku yang bicara…” kata Pengacara Song lagi. ” Apa maksudmu dengan bersikap seperti tak bersalah? Aku memang tak bersalah…..!! ” kata Jae Hyuk sungguh – sungguh. ” Yak…100% sempurna. Di persidangan nanti bersikaplah seperti yang kau lakukan tadi… ” kata Pengacara Song. Dia berpikir bahwaapa ya g dilakukan Jae Hyuk barusan adalah pura-pura.
” Kau tidak mempercayai ayahku kan?? Kau adalah pembelanya di persidangan nanti..jika bukan kau yang mempercayainya, lalu siapa yang akan percaya padanya?? ” kata Jinwoo penuh emosi. Pengacara Song kemudian menenangkan Jinwoo dengan mengatakan bahwa dia seharusnya mempercayai Seo Jae Hyuk, kliennya.
Lee In Ah berjalan menuju ke pengadilan. Dia bertemu dengan gadis yang menjawab semua pertanyaan untuknya di kelas. Inha bertanya mengapa dia ada di pengadilan tsb. Aperempuan tsb terpilih menjadi salah satu juri umum di persidangan kasus yang akan digelar hari itu. ” Persidangan adalah hal yang menarik. ” ujarnya. ” Mereka bersaing untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Bukankah itu seperti permainan? Dan permainan selalu menarik. ” kata gadis tsb. In Ah pun tersenyum sinis kepadanya dan perempuan tsb berlalu meninggalkan In Ah.
In Ah melihat sosok Jinwoo di depan pengadilan. Inha berjalan ke arah Jinwoo. In Ah menyapa Jinwoo namun Jinwoo sepertinya tidak mendengar. Pandangan Jinwoo menatap sedih ke depan. In Ah pun mengikuti arah pandangan Jinwoo. Jinwo menggumamkan nama ” Ayah…” secara perlahan. In Ah cukup terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya.
” Dia anak dari pembunuh itu…..” teriak salah satu demonstran. Seketika Jinwoo diserang oleh para pendemo yang tadi meneriaki ayahnya dengan kata ” pembunuh”. Tapi untunglah para pendemo itu bisa dipisahkan oleh barisan polisi. Serangan untuk Jinwoo tak hanya berhenti di situ. Dia juga dilempari telur oleh massa. Jinwoo tak menghindari lemparan – lemparan tsb. Dia tetap berdiri di posisinya. Di pikirannya hanya ada sang ayah yang tak bersalah dan harus menjalani hukuman. Inha yang ikut terseret dalam kerumunan massa memandang cemas ke arah Jinwoo. Kemudian dia melihat kalung yang jatuh di kaki Jinwoo.
Park Dong Ho mendengar ada suara yang muntah dalam kamar mandi. Dia menghampiri suara tsb. Dia bertanya apakah org tsb baik – baik saja? Ternyata pria tsb adalah pengacara yang akan membela Seo Ja Hyuk. Song Jae Ik. Park Dongho mengatakan bahwa seharusnya dia tak minum sebelum melakukan persidangan. ” Apakah ini sidang pertamamu?” tanya Dongho. Jae Ik mengatakan bahwa dia berusaha keras utk menyembunyikan kegugupannya. ” Pengacara publik? Kasus apa yang kau tangani? ” tanya Dongho. ” Ya…kasus pembunuhan Oh Jung Ah. Aku melakukannya karena aku adalah pengacara publik. Kalau bukan aku siapa yang akan menangani kasus ini? ” jawab Song Jae Ik. Tanpa sengaja Jinwoo mendengar percakapan mereka berdua. Jinwoo merasa tak yakin dengan pengacara yang akan membela ayahnya. Namun dia tak punya pilihan lain. Jinwoosl segera berlalu meninggalkan mereka. Song Jae Ik mengatakan bahwa dia akan melawan Jaksa Hong Mo Suk di persidangan nanti. DongHo menceritakan sedikit tentang siapa Hong Mo Suk itu. Dia adalah Jaksa yang sangat pintar berkata-kata. Dia pandai merangkai kata-kata seperti kalimat-kalimat novel. Dia membentik opini juri dengan menggunakan kata-kata yang menyentuh hati mereka.
Persidangan dimulai. Para jaksa dan jury sudah memasuki ruangan. Ketika Jae Hyuk digiring masuk ke dalam ruanh sidang, peserta sidangpun terdengar berbisik-bisik. Jinwoo tak tega menatap ayahnya yang diikat kedua tangannya dan dibawa masuk oleh pengawal. Jae Hyuk sempat menoleh sejenak ke arah anaknya. Jinwoo memaksakan senyum di wajahnya. Dia hanya tak ingin membuat ayahnya khawatir.
Persidangan pun dimulai. Jasa Hong segera menjelaskan tuduhannya beserta bukti – bukti yang ada. Betapa tercengangnya Jinwoo dan Ja Hyuk akan kejadian yang di ceritakan oleh Hong Mo Suk. Pasalnya, Jae Hyuk sama sekali tak melakukan hal tsb.
Dengan lancar Hong Mo Suk mencecar Jae Hyuk dan pengacaranya. Sialnya, Song Jae Ik ternyata benar – benar gugup di persidangan. Hingga dia mengalami gagap yang parah. Jinwoo menatap miris ke arah ayahnya. Bagaimana bisa ayahnya di bela oleh orang seperti itu?. Hong Mo Suk terus menghujani Jae Hyuk dengan tuduhan-tuduhan yang tak pernah dilakukannya. ” Kau seharusnya bertanya, apa kau punya bukti? Hanya itu yang perlu kau lakukan….” Dongho yang diam-diam ikut menyaksikan persidangan terdengar bergumam. Keringat turun di dahi dan pelipis Jae Ik. Hakim pun meminta sidang dilanjutkan kembali setelah beristirahat.
DongHo memberikan segelas kopi hangat kepada Jae Ik. Jae Ik menjelaskan bahwa dia memang memiliki phobia di ruang sidang. Dan menurut dokter, itu tidak dapat disembuhkan dengan menggunakan obat. Hanya bisa disembuhkan oleh keberanian dia sendiri menghadapi rasa takutnya.
In Ah menyerahkan kalung yang terjatuh kepada Jinwoo. Jinwoo benar – benar terlihat sangat terpukul. In Ah tak tega melihat kondisi Jinwoo seperti ini. Hatinya pun tergerak. In Ah menemani Jinwoo di dalam ruang sidang. Jinwoo memegang erat-erat cincin kalung yang terjatuh tadi.
” Apakah kau yang menemukan tubuh Oh Jung Ah pertama kali?” tanya Jaksa Hong. Jae Hyuk mengiyakan. ” Disaat malam kematian korban. Kau sedang berada dimana? Dan apa yang sedang kau lakukan?” tanya Jaksa Hong. Jae Hyuk berusaha mengingat sedang apa dan dimana dia malam itu. Namun dia tak berhasil mengingatnya. Tidak, dia sepertinya ingat akan sesuatu. Namun tak ingin disampaikan kepada para jaksa dan hakim. Jaksa Hong terus mencercanya dengan berbagai pertanyaan. ” Kau sepertinya kehilangan ingatanmu sejak malam itu. Sungguh suatu hal yang kebetulan. ” kata Jaksa Hong. Jae Hyuk mencoba mengatakan bahwa dia benar – benar tidak membunuh Jung Ah. Ayah Jung Ah terlihat geram dengan Jae Hyuk. Dia menahan emosinya. ” Dia bisa saja menghapus ingatannua sejak malam itu. Namun dia tak bisa menghilangkan fakta bahwa dialah yang telah membunuh Oh Jung Ah. ” kata Jaksa Hong kepada para Juri. Jinwoo hanya bisa menahan tangisnya. Melihat ayahnya diperlakukan tak adil oleh orang yang ada di persidangan tsb.
” Apa??!!! Kau bilang kau tak ingat??? ” tiba – tiba ayah Jung Ah menyerang Jae Hyuk. Dia mengancam akan menusuk leher Jae Hyuk dengan pisau cutter yang ia pegang. Suasana di ruang sidang pun ricuh. Ayah Jung Ah dengan emosi bertanya kepada JaeHyuk mengapa ia tega melakukan hal itu, padahal Jung Ah sudah bersikap baik kepadanya. ” Bukan aku yang membunuh Jung Ah…” kata JaeHyuk. Ayah Jung Ah pun berteriak kepada hakim agar Jaehyuk diberi hukuman mati. Suasana semakin kacau. Ayah JungAh larut dalam emosinya. Namun tiba – tiba Park Dongho menyerang dari belakang dan segera mengambil pisau yang dipegang oleh ayah JungAh. ” Aku tahu apa yang kau rasakan. Tapi jika kau melakukan hal seperti ini, kau akan berakhir di penjara, sama seperti pembunuh!! ” kata Park Dongho. Jinwoo yang melihat sosok Park Dongho langsung bisa mengingat wajah Park Dongho. Ayah JungAh pun akhirnya bisa ditenangkan.
Seusai sidang, Jae Hyuk kembali di bawa ke ruang tahanan dengan menggunakan bus polisi. Jinwoo mengejar ayahnya. Dia bertanya apakah ayahnya baik – baik saja. Ayahnya memastikan kepada Jinwoo bahwa dirinya baik – baik saja. ” Jangan lupa hari peringatan kematian ibu dan kakakmu…Kau harus datang untuk mengunjungi mereka. ” pesan Ayah Jinwoo. Jinwoo mengangguk. Ayah Jinwoo juga berpesan agar dia memakai baju yang sudah dia siapkan untuk mengunjungi makam ibu dan kakaknya. Jinwoo mengejar ayahnya sampai ayahnua masuk ke dalam bus. ” Ayah…semuanya akan baik – baik saja. Jadi jangan terlalu khawatir. ” kata Jinwoo dari luar bus. Jinwoo hanya bisa pasrah melihat ayahnya dibawa kembali ke tahanan.
” Apa kau ingin bertaruh? ” tanya wanita yang menjadi salah satu Juri di sidang tsb kepada In Ah . Dirinya dan In Ah melihat kejadian Jinwoo mengejar bus ayahnya tsb. Gadis tab mengatakan bahwa Jaehyuk bersalah karena semua bukti sudah ada disana. ” Aku tidak tertarik untuk bertaruh.” jawab Inha. ” Nam Yeo Kyung…..” In Ah memanggil nama perempuan tsb. ” Jika kau memutuskan bahwa tersangka bersalah tanpa mendengar pendapat dari dirinya, kau tak seharusnya tak pantas menjadi juri. Tersangka pun memiliki hak yang adil untuk bertaruh di pengadilan. Yeo Kyung membenarkan kata In Ah. Dengan sinis dia juga mengatakan bahwa InAh membuat permainan menjadi semakin menarik. Yeo Kyung kemudian pergi dengan menggunakan mobil berwarna putih yang sudah menjemputnya.
Jinwoo melihat kartu nama Park Dongho yang tadi ditinggalkan olehnya. Jinwoo mencari tahu tentang siapa Park Dongho sebenarnya di internet. Kemudian dia melihat artikel – artikel yang menjelaskan kehebatan Park DongHo sebagai seorang pengacara.
Di dalam Bus dia melihat berita tentang ayahnya. Kini seolah seluruh Kota Seoul tahu bahwa ayahnya adalah seorang pembunuh. Ini semakin membuat Jinwoo semakin tertekan. In Ah kemudian melihat sosok Jinwoo yang duduk di depannya. Inha berpindah tempat di samping Jinwoo. Inha meletakkan sapu tangan di kaki Jinwoo..” Aku tidak butuh simpatimu.” kata Jinwoo begitu menyadari bahwa Inha yang memberinya sapu tangan. Inha mengatakan bahwa mungkin Jinwoo tak akan mengerti karena dia masih anak sekolah. Persidangan dan putusan adalah sama halnya dengan fakta dan kebenaran. ” Kebenaran akan terungkap dengan sendirinya. ” kata In Ah . Jinwoo malah mengatakan bahwa dia juga tak butuh kata – kata penghiburan dari In Ah. ” Aku saat ini juga tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Namun ayahku mengatakan bahwa ayahmu tak akan pernah melakukan hal tsb. ” Baru setelah In Ah mengucapkan kata- kata tsb, Jinwoo menoleh ke arah In Ah. ” Ini belum berakhir. Ini baru awal dari segalanya. ” Inha mengucapkan kata tsb sambil terus menatap Jinwoo. Jinwoo pun terlihat mengangguk perlahan. Dia makin terisak.
Setelah keduanya turun dari bus, In Ah menunjukkan toko pizza keluarganya. Dia pun meminta Jinwoo untuk mengingat nomor telepon restorannya dengan ingatannya yg cemerlang. ” Hey anak sekolah…..kau belum makan kan? Bagaimana jika kuantarkan pizza untukmu? ” tanya In Ah. Jinwoo yang sudah berjalan meninggalkan In Ah pun menghentikan langkahnya. ” Aku mempunyai nama. Seo Jin Woo…” kata Jinwoo yang tak ingin dipanggil ‘ anak sekolah ‘ lagi oleh In Ah. ” Baiklah Jinwoo….bertahanlah…kebenaran akan menunjukkan dirinya sendiri…” kata In Ah .
Nam Gyu Man sedang menyaksikan berita soal pembunuhan Oh Jung Ah di saat dia menerima panggilan telepon. Telepon itu memintanya untuk pergi. Gyu Man pun pergi ke suatu tempat dengan para anak buahnya. Tanpa dia sadari, pengacara Park Dongho mengikutinya.
” Apa kau sudah bertemu dengan Nam Gyu Man? ” tanya Hyungnim. Dongho mengatakan bahwa dia sedang dalam perjalanan untuk mengatasi masalah tsb. ” Kau bisa bersiao untuk keluar Hyungnim…” kata Park Dongho. Tak melepaskan pandangannya dari mobil Nam Gyu Man.
Nam Gyu Man menemui seorang sahabatnya di sebuah atap gedung yang sedang dalam proses pembangunan. ” Buat mereka pergi…” kata sahabatnya. Dia meminta Gyu Man untuk mengusir anak buahnya dari atap gedung tsb. Sahabatnya itupun berbicara tentang pesta yang mereka adakan malam itu. Dia juga membicarakan tentang Jung Ah. ” Itu….bukan kau kan yang melakukannya kan?” tanya sahabat Nam Gyu Man menyelidik. Tiba – tiba suara tawa Park Dong Ho terdengar. Sekretaris Ahn berusaha melarang Dongho menghampiri tuannya. ” Apakah benar kau adalah Direktur Nam Gyo Man? ” tanya Dongho. Dengan gaya bercanda dan mengatakan bahwa dia ingin mengabadikan moment bagus saat Gyo Man bersama dengan sahabatnya, Dong Ho kemudian mengambil gambar Nam Gyo Man. Gyo Man meminta Sekretaris Ahn untuk membawa Dongho keluar dari tempat itu. Dongho kemudian menjelaskan siapa dirinya. Dia adalah pengacara dari Seok Joo Il, orang yang bertengkar dengannya di klub. Mendengar hal itu, Nam Gyo Man mulai terlihat emosi. Dia berteriak dengan keras untuk mengusir Park Dong Ho. Kemudian semua pengawal Nam Gyo Man datang dan berusaha mengusir Park Dong Ho.
” Jika kau tahu apa yang ada di dalam ponsel ini, kau tidak akan memperlakukanku seperti ini. ” kata Dongho sambil memegang ponselnya. Nam Gyoo Man pun meminta anak buahnya untuk melepaskan DongHo. Dongho mulai membeberkan rahasia Nam Gyoo Man . Termasuk kebiasaan Nam Gyoo Man yang mengkonsumsi obat methadone. Dan Goo Man terlihat sangat terganggu dengan hal tsb.
In Ah pulang di saat semua anggota keluarganya sibuk dengan kegiatannya masing – masing. ” In Ah..apa dia bersalah atau tidak? ” tanya Ibu In Ah. In Ah mengatakan bahwa saat ini belum ada keputusannya. Ibu In Ah mengatakan bahwa warga di sekitar rumah Jinwoo sudah mulai protes. Dia takut jika harga perumahan disana turun.” Mereka terlalu berlebihan. Keputusannya juga belum keluar. ” kata ayah In Ah. In Ah tak menjawan komentar keluarganya. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri.
Dongho masih berusaha membangkitkan emosi Nam Gyoo Man. Pengacara nyentrik ini juga menyebut bahwa Gyoo Man sempat mengadakan pesta selamat datang di villa Seochon. Tak tahan, akhirnya Gyoo Man pun meninju Dongho. Tak berhenti disitu Gyooman terus memukuli Dongho tanpa ampun. Dongho tak melakukan perlawanan apapun. Sampai tubuhnya babak belur karena diinjak – injak. Sambil terus mengoceh, Gyoo Nam memukuli Park Dong Ho tanpa ampun. Sementara Park DongHo sendiri, wajahnya sudah babak belur. Darah keluar dari wajahnya.
Nam Gyoo Man mengambil ponsel Dongho dan bertanya apakah dia memiliki copy videonya. ” Tidak ada video apapun di sana…” kata Park Dongho. Wah….wajah Nam Gyoo Man terlihat sangat kesal. Dia merasa dipermainkan. Gyoo man menarik kerah leher Dongho dan mengancam akan menjatuhkannya kebawah. ” Jika aku menjatuhkanmu ke bawah, tidak akan ada seorang pun yang tahu. Apakah kau pikir aku tak bisa melakukannya?” tanya Gyoo Man. ” Kau sepertinya telah sering melakukan hal seperti ini. ” kata DongHo. ” Apa yang kau katakan b******n?? ” Gyoo Man terlihat makin geram dengan kelakuan Dongho.
” Hhhoyyyyy……..” dalam posisinya sekarang, Dongho berteriak dan melambaikan tangannya. Terdengar sorak sorai dari atap gedung di depannya. Mereka adalah anak buah Park Dong Ho. ” Apakah kalian mengambil gambar yang terbaik? ” tanya DongHo. ” Ya…kami mendapatkannya….” teriak mereka. Mereka pun bersorak karena keberhasilan mereka mengerjai Nam Gyoo Man. Gyoo Man tak punya alasan lagi untuk meneruskan aksinya. Gyo Nam melepaskan tangannya dari kerah DongHo. DongHo meminta Gyoo Nam untuk segera melepaskan Seok Joo Il.
” Hya…mengapa Kau mengangguku sejauh ini? Apakah Gangster tsb adalah ayahmu? ” tanya Gyo Nam. DongHo langsung menghentikan langkahnyaml. Raut wajahnya langsung berubah.
Di mobil DongHo tak banyak berkata apa – apa. Dia teringat tentang ayahnya.
Flashback ke ingatan Park Dong Ho.
Park DongHo sendirian di rumah duka. Tak ada satupun orang yang datang ke pemakaman ayahnya. Kemudian datanglah Seok Ji Joo Il dan anak buahnya membawakan banyak karangan bunga. Seok Joo Il datang menghampiri Park DongHo. Di saat DongHo kecil, Joo Il sudah sering mengunjunginya. ” Apakah kau sudah mencari untuk sekolahmu?” tanya Joo Il. ” Aku sudah melakukan perhitungan dan sepertinya membutuhkan akal yang lebih agar aku bisa masuk sekolah….” kata DongHo. JOO Il mengatakan bahwa DongHo tak perlu melakukan perhitungan apapun. Jika DongHo tak sekolah, sia akan berakhir menjadi seperti dirinya. Seorang gangster. DongHo mengatakan bahwa sepertinya menjadi Gangster itU lebih baik. ” Apakah kau pernah melihat acara pemakaman seperti di gurun pasir?” Ayahku meninggal tapi sama sekali tak ada org yabg datang…” kata DongHo. ” Ayahmu mampu melakukan tinju. Jadi dia tak menyesal sepanjang hidupnya. Aku akan membayar semuanya. Jadi pastikan kau mengirim ayahmu dengan baik. ” kata Joo Il sambil beranjak dari tempat duduknya. Kemudian pergi meninggalkan DongHo.
Park Dongho berdiri di tengah jalan, menghadang mobil Joo Il. DongHo berteriak mengapa dia tak bisa menjadi seperti ayahnya. Ayahnya berkata bahwa dia memiliki kemampuan untuk meninju orang dan membuatnya kalah. Dia akan melakukan hal itu kepada semua orang yang meremehkannya. Kemudian Joo Il keluar dari mobilnya. Kala itu hujan turun sangat deras..
” Namamu DOngHo kan? Aku akan memberitahumu dengan jelas. ” kata Joo Il, kalem. ” Aku akan memberitahumu dengan jelas….pukulan yang bisa merubah dunia dan menjatuhkan orang ke tanah bukanlah ini…” Joo Il mengepalkan tangannya. ” Perusuh sepertiku tidak bisa bisa mengalahkan orang yang mengerti akan hukum. ” kata Joo Il lagi. ” Apakah kau memintaku untuk belajar hukum? ” tanya Dongho kecil. ” Apa itu terlalu sulit untukmu?” tanya Joo Il. Dongho tak menjawab. Dia terlihat sedang berpikir. ” Masuklah ke dalam. ” kata Joo Il sambil menepuk pundak DongHo perlahan.
Seok Joo Il akhirnya dibebaskan. Di luar Dongho sudah menunggunya. Joo Il kaget dengan wajah Dongho yang babak belur karena serangan dari Gyoo Nam. Joo Il memeluk Dongho sambil mengucapkan terima kasih. ” Aku tak pernah merasa sebangga ini. Aku yang mengatakan bahwa kau tidak perlu menjadi sepertiku jika ingin menaklukan dunia. ” kata Joo Il..Dongho berpamitan karena ada sesuatu yang harus ia kerjakan. ” Ah…ini hari peringatan kematian ayahmu kan? Pergilah…dia pasti bangga kau telah menjadi pengacara yang sukses. Sampaikan salamku padanya. ” kata Joo Il sambil masuk ke dalam mobil yang menjemputnya. Dongho pun memberikan salam perpisahan saat itu.
Dengan langkah gontai, Jinwoo memasuki ruangan dimana abu ibu dan kakaknya diletakkan. Jinwoo meminta maaf kepada ibu dan kakaknya karena dia tidak bisa pergi bersama dengan ayahnya.
Ingatan Jinwoo kembali di hari itu. Hari di saat dia.. kakak ayah serta ibunya menghabiskan waktu bersama. Mereka mengobrol…bercanda…serta tertawa. Ada kalimat dari ibunya yang sampau saat ini masih diingat jelas oleh Jinwoo. ” Kau adalah seseorang yang kaya jika kau memiliki banyak kenangan yang bagus…” . Dan kecelakaan itupun terjadi. Mobil kecil mereka ditabrak oleh truk pembawa air. Mobil air itu menabrak mobil mereka di sisi dimana ibu dan kakak Jinwoo berada. Tak ayal, nyawa mereka tak terselamatkan. Kejadian itu benar – benar masih teringat jelas di benak Jinwoo.
” Ibu…Hyung…jangan khawatir….aku akan menyelamatkan ayah. ” kata Jinwoo sambil memegang erat kalung cincin yang pernah digunakan oleh ibunya.
Abu ayah Park DongHo ternyata juga disimpan di tempat yang sama dengan abu Ibu dan kakak Jinwoo. ” Hari ini juga hari peringatan untuk keluargamu ?” sapa Dongho. Jinwoo mengangguk. Lalu Jinwoo bertanya apakah Dongho seorang pengacara. Dongho tersipu malu karena dia merasa sudah terkenal. Lalu Jinwoo menceritakan saat perrama kali dia melihat DongHo. Dengan detail tanpa ada yang terlewat sekalipun.
Kala itu Dongho baru saja mendapatkan sertifikat pengacaranya. Dia memamerka itu di depan ayahnya. Saat itu Dongho dalam keadaan mabuk. ” Uang yang kau hasilkan berhari – hari, aku bisa mendapatkannya dalam wakti satu hari….tapi….mengapa aku merasa sedih?” tiba – tiba Dongho memangis dengan keras. Jinwoo yang pada saat itu datang bersama ayahnya menyaksikan itu semua. Dia pun menceritakannya kepada Dongho. Dongho tampak sedikit terkejut dengan kemampuan Jinwoo.
” Ingatanmu cukup bagus…” kata Dongho. Jinwoo lalu mengatakan bahwa ayahnya terkena tuduhan. Dan dia meminta Dongho untuk membantunya. ” Aku tahu kau pengacara hebat. Dengan trik ataupun cara ilegal kau bisa menyelamatkan klienmu walaupun dia bersalah. Akan lebih mudah bagimu jika membela ayahku yang jelas- jelas tidak bersalah bukan ? ” kata Jinwoo. ” Aku lebih memilih kasus kriminal. Jika si klient mengakui kesalahannya, kau harus membayar biaya double. Apa kau punya uang di rumahmu?” tanya DongHo. Jinwoo tak menjawab. Karena dia memang tak memiliki uang sama sekali. Lalu Dongho bertanya, ayah Jinwoo terkena kasus apa? ” Laki – laki yang kau selamatkan di pengadilan tempo lalu adalah ayahku” kata Jinwoo lagi. “Wah…sungguh kebetulan yang menyenangkan. Oke..senang berbicara denganmu…” kata DongHo sambil melangkah pergi. Namun Jinwoo tetap memohon pada Dongho agar dia bisa membela ayahnya. Tapi dia tak memiliki uang untuk membayar jasa Dongho. ” Tidak ada alasan untuk kita bertemu lagi…” kata Dongho sambil melepaskan pegangan tangan Jinwoo di lengannya.
” Ayahku tidak bersalah!! Aku tidak bisa membiarkannya hidup di penjara seperti ini..!!!” tiba – tiba Jinwoo menghadang mobil Dongho. Dongho pun teringat dirinya pernah melakukan hal yang sama dulu. Dongho oun keluar dari mobilnya. ” Uang…apa kau punya uang untuk membayarku? ” tanya Dongho. Jinwoo pun terdiam. ” Katakan pada ayahmu. Jika dia tak memiliki uang untuk membayar jasa pengacara yang bagus, dia tak seharusnya mengakui perbuatannya. ” Dongho kembali memasuki mobilnya dan meninggalkan Jinwoo yang hanya bisa terdiam menahan tangis.
Jinwoo melihat tetangga sedang merusak tempelan di depan rumahnya. Jinwoo pun meneriaki mereka. Tapi yang di dapat Jinwoo adalah makian dan perkataan yang kasar dari tetangganya. ” Bagaimana kau bisa berjalan seperti itu?” tanya seseorang ibu tetangganya. Jinwoo pun di dorong hingga terjatuh.
” Apa Yang kalian lakukan??? ” teriak In Ah In Ah langsung berlari menghampiri Jinwoo. ” Apakah dia melakukan kesalahan? Kalian semua…aku akan melaporkan kalian dengan tuduhan penyerangan berkelompok. Aku akan mengambil gambar kalian.” In Ah berkata sambil mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar tetangga Jinwoo. Tetangga Jinwoo merasa terganggu dan akhirnya pulang ke rumahnya masing-masing. In Ah mencoba membantu Jinwoo berdiri. Namun Jinwoo menolaknya. Dia berdiri dengan susah payah dan masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumahnya, Jinwoo berlutut di depan pintu dan menahan tangisnya. Dia menatap di sekeliling rumahnya. Gelap. Sepi. Jinwoo terlihat berusaha keras menahan tangisnya. Sementara In Ah tiba – tiba teringat akan Jinwoo.
Keesokan harinya Jinwoo keluar dari rumah. Dinding deoan rumahnya penuh dengab tulisan kasar yang memaki – maki Seo Jae Hyuk. Jinwoo melihat ada sekotak pizza di seoan rumahnya. Mungkin itu dari In Ah.
Jinwoo sedang berusaha memberhentikan taksi di pinggir jalan. In Ah melihat Jinwoo pagi itu. Jinwoo dengan dandannya yang tak biasa menarik perhatian In Ah. In Ah langsung berlari ke arah Jinwoo. In Ah berusaha melarang Jinwoo untuk masuk ke dalam taksi. ” Ini tidak ada urusannya denganmu !” kata Jinwoo. In Ah menutup pintu taksi dan meminta supir taksi tsb pergi. Jinwoo marah pada In Ah. Jinwoo bertanya apakah In Ah akan memberikannya uang. In Ah tak mengerti apa yang dibicarakan oleh Jinwoo soal uang. Jinwoo menjelaskan bahwa dirinya membutuhkan uang untuk menyelamatkan ayahnya. ” Apa kau pernah merasakan rasa sakit kehilangan seseorang yang paling kau cintai? Kau melihatnya pergi meninggalkanmu tanpa bisa melakukan apapun. Apa kau tahu rasa sakitnya?” Jinwoo bertanya pada In Ah. In Ah tak menjawab. ” Kecelakaan itu masih teringat jelas di kepalaku seperti baru saja terjadi. Dan itu…tak akan pernah ada tahu, sesakit apa yang kurasakan..Aku….aku akan melakukan hal apapun untuk menyelamatkan ayahku. ” Jinwoo menghentikan taksi lain dan langsung menaikinya. In Ah pun mencoba mengejar Jinwoo dengan menggunakan scooternya.
Jinwoo menerobos masuk ke dalam kantor Dongho. ” Kau lagi? ” tanya Dongho. Jinwoo terus meminta agar Dongho membela ayahnya. Ayahnya tak bersalah. Dongho kembali menjelaskan bahwa dia butuh uang. Dongho meminta Jinwoo mengeluarkan semua isi dompetnya. ” Hanya itu yang kau punya?” kata Dongho setelah Jinwoo mengeluarkan semua isi dompetnya. ” Semua klien yang datang padaku, tidak mengatakan bahwa dia tak bersalah dengan menggunakan mulut. Mereka mengatakan itu semua dengan uang…” Dongho menjelaskan kepada Jinwoo. Dongho meminta anak buahnya untuk membawa Jinwoo keluar. Jinwoo pun menepis ajakan anak buah Dongho. Dia memgambi tas ranselnya dan menumpahkan semua isinya. Wow…uang berserakan di mejanya.” Apakah ini cukup? ” Jinwoo bertanya. Dongho pun menanyakan drmana dia mendapatkan uang. ” Aku memiliki ingatan yang bagus. Mendapatkan uang seperti itu bukan hal yang sulit untukku. ” kata Jinwoo. Namun sepertinya Dongho tak percaya. Jinwoo pun menjelaskan tentang asal – usul uang tsb.
Jinwoo duduk di tempat main kartu. Di hadapannya ada yang sedang membagikaN kartu. Dengan seksama Jinwoo memperhatikan dan mengingat kartu yang diberikan. Perlahan..Jinwoo mulai berhasil mengumpulkan banyak uang. Sementara itu In Ah yang mengikuti kemana Jinwoo pergi pun bingung. Dia menunggu Jinwoo yang sudah 2 jam pergi namun tak tahu kemana. Terlihat 2 orang pria memasuki sebuah tempat yang mencurigakan dengan diam – diam. In Ah pun memiliki pikiran bahwa Jinwoo ada di dalam.
Sementara itu Jinwoo sudah berhasil memenangkan banyak uang. Para pejudi berkumpul untuk menyaksikan permainannya. Kemampuan Jinwoo ini pun menarik perhatian sang pemilik tempat perjudian. Mereka mengetahui cara yang digunakan Jinwoo sehingga dia bisa memenangkan banyak uang. Yaitu dengan menghitung kartu dan mengingatnya. Jinwoo pun dihadang ketika dia ingin keluar. Jinwoo tak bisa melarikan diri.
” Apakah ada orang yang memesan pizza?” teriak In Ah tiba – tiba. Jinwoo benar – benar kaget dengan kedatangan In Ah. ” Kau kan yang memesan pizza?” tanya In Ah sambil menghampiri Jinwoo. In Ah pun memberikan kode kepada Jinwoo. Dengan gemetaran On Ah langsung menyemprotkan cola di botol yang dibawanya kepada pemilik dan anak buahya . Kekacauan pun terjadi. Di saat pemilik dan anak buahnya sibuk menghindari serangan cola dari In Ah, Jinwoo langsung melarikan diri dengan menggandeng tangan In Ah. Mereka berdua lari keluar dari ruangan tsb. Tak ayal, kejar – kejaran pun terjadi. Jinwoo dan In Ah sampai di atap. Tak ada jalan keluar lagi bagi mereka.
Sementara itu anak buah pemilik masih saja mengikuti mereka. ” Jika kau melompat dari sana, kau akan menggunakan kurso roda seumur hidupmu, jadi kemarilah…” kata pemilik terengah – engah karena mengejar InAh dan Jin Woo. Jinwok tak ingin menyerahkan uang yang sudaj susah payah didapatkannya. Dia melihat ada tru yang mengangkut pasir lewat. ‘ Aku membutuhkan uang ini…” kata JinWoo. ” Lalu apa yang akan kau lakukan? ” tanya InAh. Jinwoo langsung meraih tangan In Ah dan mengajaknya melompat bersama. YAP!! Keduanya jatuh di truk pasir dan selamat dari kejaran pemilik dan anak buahnya.
Park Dongho menyaksikan cerita tsb dengan seksama. Tak banyak komentar keluar dari mulutnya. Oark DongHo bertanya berapa banyak uang yang ia hasilkan. ” 100 juta…” kata Jinwoo. ” Kalau begitu aku butuh 10 juta lagi…” kata Park DongHo. Jinwoo meminta Dongho untuk menunggu. Dia akan mencari uangnya. ” Oke..kalau begitu aku butuh 120 juta…” kata Park DongHo lagi. Kali Ini Jinwoo terdiam. Tak mengerti maksud dari Park DongHo. ” Game Over….apa kau tak mengerti?” tanya Park DongHo. Sepertinya memang dirinya tak ingin menolong Jinwoo. Jadi percuma saja jika Jinwoo ingin mencarikannya tambahan uang. Jinwoo menahan tangisnya. Dia merasa kecewa. Dia sudah mempertaruhkan nyawanya untuk mencari uang yang Dongho minta namun malah tak bisa membuat Dongho membela ayahnya.
Dongho sedang termenung di tepi jendela. Anak buahnya masuk dan menanyakan mengapa Dongho menanyakan mengapa DongHo menolak Jinwoo padahal dia memiliki banyak uang. ” Kau tidak akan memasangkan keretamu oada kuda yang hilang….Apakah kau sudaj melakukan apa yang ku minta?” tanya DongHo. ” Ah…tentang perjalanan liburan Nam Gyu Man? Sesuatu akan muncul nantinya….” kata anak buah Dongho.
Persidangan kedua Seo Jae Hyuk kembali digelar. Pengacara publik yang membela mereka tampak mulai gugup. Satu persatu Juri mulai memasuki ruang sidang. Jinwoo melihat ayahnya mulai memasuki ruang sidang. Jinwoo tak dapat menahan kesedihannya. Sidang dimulai. Hakim menanyakan mengapa pengacara Jaehyuk tidak menghadirkan saksi satupun. Pengacara mengatakan bahwa pihaknya tak memiliki saksi satupun kali ini.
Tiba – tiba pintu ruang sidang terbuka dan Dongho memasuki ruangan tsb. Semua yang ada di ruang sidang terbelalak kaget. Mereka menerka siapa yang datang. ” Aku datang….Kau telah lama menunggu kan? ” Dongho menoleh ke arah Jinwoo dan mengedipkan sebelah matanya. Entah apa yang saat ini dirasakan Jinwoo. Lega…bahagia…terharu menjadi satu. Setidaknya ayahnya memiliki kesempatan untuk membuktikan ke semua orang bahwa ayahnya tak bersalah melalui bantuan Park Dongho.
” Aku adalah pembela Seo Jae Hyuk yang baru….dimulai dari sekarang….”
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>